Sejenak iman kuat membara di hati. Tetapi lama kelamaan pudar dan semakin redup. Dulu sangat bersemangat mengkaji dan mengamalkan Islam, kini terus surut oleh kesibukan dunia yang seakan tanpa penghujung. Semakin diri tenggelam ke dasar lautan duniawi, nafas iman terasa semakin lemah dan akan mati lemas akhirnya.
Kelemahan iman menyebabkan diri tersungkur di lembah dosa. Ibadah Yang tidak berkualitas, perlahan menjadikan diri jauh dari ALLAH, Terseleweng dari jalan-NYA, terbenam dalam permainan duniawi, hati mengeras, nurani pudar, jiwa gersang, aqidah goyah dan iman meranggas. Sungguh tiada kemalangan yang lebih dasyat bila semacam ini berterusan hingga di pintu kubur. Wal’iyadzubillah.
Rusaknya amal bermula dari hati yang tidak dapat khusyu. Penyakit akan bertambah apabila terjadi kemalasan ketika beribadat. Berjumpa dan berhubungan dengan ALLAH tanpa wujud perasaan seolah-olah kosong dan hampa. Melakukan sekedar diri terlepas kewajiban tanpa merasai kemanisan ibadat.
Rekreasi bisa meredakan ketegangan, menuruti
selera dan shopping bisa mengobati kebosanan, memakai pakaian yang indah dan mahal tidak dilarang, membeli perhiasan dan apa yang menyukakan hati bisa melahirkan kesyukuran kepada nikmat ALLAH TA’ALA.
Akan tetapi, perkara begini kadang-kadang membuat lalai. Berlebihan dalam memanjakan diri, melemahkan semangat perjuangan hidup. Mengaburkan mata dan hati dan akhirnya larut dalam kesibukan dunia hingga melupakan akhirat.
Tidak menghadiri majlis ilmu atau pengajian, bisa menyebabkan lupa dan hilang pedoman hidup, tidak jelas arah dan tujuan. Siapa diri ini, berasal darimanakah dia, mau kemana dan apa yang mau dicapai ?
Manusia yang lemah dan mudah kehilangan tujuan hidupnya. Untuk mendapatkan kembali pedoman hidupnya supaya tidak tersalah jalan, memerlukan hidayah yaitu ilmu ALLAH.
Hidayah perlu dikejar dengan mujahadah. Perlu dijaga dan dirawat agar tak lepas dari genggaman. Setiap mukmin memiliki hati yang mampu berbisik mengenai keadaan imannya, siapakah yang paling mengetahui diri kita melainkan ALLAH TA’ALA dan diri kita sendiri.
Mengingati ALLAH mengantarkan pada ketenangan jiwa. Tenang dengan takdir-NYA, di kala susah senang, di kala sedih bahagia, di kala sempit
lapang, di kala jatuh bangkit…. yang ada hanyalah ridho dengan jalan hidup yang ditetapkanNYA.
Hidup senantiasa optimis karena yakin segalanya telah termaktub di Lauh Mahfuz. Dan ketetapan ALLAH pada hambanya adalah yang terbaik.
Wallahu a’lam.