Bidadariku, engkau inspirasi dimana tenaga tumbuh,
menumbuhkan kisah manis sepanjang hari,
bernada kerinduan, berlirik cinta sambung menyambung,
bergelora menghidupkan suasana dunia.
Bidadariku, cinta dan kasihmu,
dasar kesenangan atas perjuanganku,
inti atas tenaga yang tak kunjung pupus,
menjalani hari tersenyum tuk masa depan nanti.
Bidadariku, wanita yang teramat kucintai, yang sangat kusayangi,
engkau adalah inspirasiku, adanya dirimu,
hari-hariku terasa berguna, hari-hariku menjadi tiada sepi,
berbinar-binar berhias lengkung pelangi indah.
tiada dirimu, hidupku terasa kelam,
tiada inspirasi dan tiada dapat bertindak,
bak orang linglung tiada tenaga, tiada kreasi dan keindahan, bak bumi tiada surya.
♥♥♥♫•*¨*•.¸¸¸¸.•*¨*•♫♥♥♥ ♥♥♥♫•*¨*•.¸¸¸¸.•*¨*•♫♥♥♥
Degup hatiku bertambah kencang ketika sesampai dirumahnya, aku melihat keluarga Iva sudah berkumpul. Tak ada wajah cerah disana. Ibundanya langsung menghampiriku dan menarikku ke pojok ruangan.
Dan dari ibunya lah aku tahu semuanya. Dokter sudah menyerah. Jantungnya semakin melemah. Ternyata Iva sejak kecil mempunyai kelainan jantung. Dokter yang merawat bayi Iva itu meramalkan Iva hanya bisa bertahan sampai usia tiga tahun. Tetapi Allah berkehendak lain. Iva bertahan bahkan sampai usia 27 tahun.
Aku tercekat, apakah dia sekarat? Saat kutanyakan Ibundanya, beliau mengangguk pelan. Tak lama kemudian kakanya memberi isyarat menyuruh aku masuk ke dalam. Kakiku langsung lemas, pandanganku kabur. aku berdoa semoga tidak terjadi apa-apa . semoga ini hanya mimpi.
Iva terbaring pucat diranjang dan menatapku sayu. Tetapi dia tetap tersenyum. aku mendekat duduk di sebelahnya.Iva berusah duduk tapi kucegah. Namun dia bersikeras. Aku tak kuasa menolaknya. Kubantu dia duduk dan kusandarkan dia kedadaku. Aku memandangnya lama sekali dan kulihat nafasnya tersengal-sengal. Aku menangis, kami hanya saling pandang tanpa berkata-kata. Hatiku berdesir dan mengeluh . Mengapa?? Tiba-tiba tangan Iva sedikit terangkat dan menyentuh pipiku. Dengan ujung jarinya dia menghapus bulir air mata yang merayap turun di pipiku.
Tetapi semua itu hanya kenangan , kenangan indah tentang senyum yang lembut, tentang amarah yang meluruskan sikap, tentang ucapoan-ucapan yang arif, tentang leganya saat tangis terpecah dipangkuan. Ia hanya seperti mimpi yang lenyap saat aku bangun.
Aku ingat perkataan guruku waktu itu, " akan ada lagi perpisahan yang menyakitkan". Aku semakin mengerti kenapa jauh hari guruku ngomong seperti itu, jika aku meratapi kepergian Iva, aku tertipu. Tak ada yang perlu diratapi, Allah lebih mencintai Iva daripada aku, oleh karena itu dia dipanggil lebih cepat. Nafsuku yang ingin memiliki Va menjadi pemberontak dan kecewa karena rasa itu hanya milik illusi. Nafsuku diam-diam menipuku kalau aku bisa membahagiakan Iva. Tapi perpisahan ini mengingatkan aku bahwa hanya Allah sajalah Pemilik Kebahagiaan. Allah Pemilik Segala Makhluk.
Setetes airmata menimpa hidungku. Lalu di susul dengan tetesan-tetesan kecil lainnya. Aku dan guruku segera pulang....
menumbuhkan kisah manis sepanjang hari,
bernada kerinduan, berlirik cinta sambung menyambung,
bergelora menghidupkan suasana dunia.
Bidadariku, cinta dan kasihmu,
dasar kesenangan atas perjuanganku,
inti atas tenaga yang tak kunjung pupus,
menjalani hari tersenyum tuk masa depan nanti.
Bidadariku, wanita yang teramat kucintai, yang sangat kusayangi,
engkau adalah inspirasiku, adanya dirimu,
hari-hariku terasa berguna, hari-hariku menjadi tiada sepi,
berbinar-binar berhias lengkung pelangi indah.
tiada dirimu, hidupku terasa kelam,
tiada inspirasi dan tiada dapat bertindak,
bak orang linglung tiada tenaga, tiada kreasi dan keindahan, bak bumi tiada surya.
♥♥♥♫•*¨*•.¸¸¸¸.•*¨*•♫♥♥♥ ♥♥♥♫•*¨*•.¸¸¸¸.•*¨*•♫♥♥♥
Degup hatiku bertambah kencang ketika sesampai dirumahnya, aku melihat keluarga Iva sudah berkumpul. Tak ada wajah cerah disana. Ibundanya langsung menghampiriku dan menarikku ke pojok ruangan.
Dan dari ibunya lah aku tahu semuanya. Dokter sudah menyerah. Jantungnya semakin melemah. Ternyata Iva sejak kecil mempunyai kelainan jantung. Dokter yang merawat bayi Iva itu meramalkan Iva hanya bisa bertahan sampai usia tiga tahun. Tetapi Allah berkehendak lain. Iva bertahan bahkan sampai usia 27 tahun.
Aku tercekat, apakah dia sekarat? Saat kutanyakan Ibundanya, beliau mengangguk pelan. Tak lama kemudian kakanya memberi isyarat menyuruh aku masuk ke dalam. Kakiku langsung lemas, pandanganku kabur. aku berdoa semoga tidak terjadi apa-apa . semoga ini hanya mimpi.
Iva terbaring pucat diranjang dan menatapku sayu. Tetapi dia tetap tersenyum. aku mendekat duduk di sebelahnya.Iva berusah duduk tapi kucegah. Namun dia bersikeras. Aku tak kuasa menolaknya. Kubantu dia duduk dan kusandarkan dia kedadaku. Aku memandangnya lama sekali dan kulihat nafasnya tersengal-sengal. Aku menangis, kami hanya saling pandang tanpa berkata-kata. Hatiku berdesir dan mengeluh . Mengapa?? Tiba-tiba tangan Iva sedikit terangkat dan menyentuh pipiku. Dengan ujung jarinya dia menghapus bulir air mata yang merayap turun di pipiku.
" Jangan menangis,Mas.. Iva tak apa-apa koq, cuma letih , Iva capek , ingin pulang dan istirahat."Ya Allah , bagaimana mungkin Iva baik-baik saja? Aku tetap membisu, terus berdzikir dan berdoa. Aku tahu semua akan terjadi hari ini. Aku bisa merasakannya, dadaku nyeri.
" Kau benar tak apa-apa kan, Va?"
Dia menggeleng, "Iva tak apa-apa, aku akan baik-baik saja"
" Mas, kalo Va pergi , mas jangan sedih ya?" tiba-tiba Iva berucap sambil menggenggam jemarikuYa Allah, kenapa dia begitu dekat saat Iva sepertinya harus berpisah dariku? Kulihat wajahnya tiba-tiba terang dan cerah. Bibirnya tersenyum dan nafasnya tak lagi tersengal-sengal. Ia nampak tertidur dengan tenang. Kututupi tubuhnya dengan selimut. Aku menoleh kearah jendela, aku melihat sehelai daun dudur melambai dari sebuah pohon di Taman,, berayun pelan terus luruh ke bumi. Aku merasa jemari tangan Iva semakin dingin. Suara jam dinding yang berdetak terasa semakin keras terdengar. Selesai sudah perjalanan Iva , ia sudah memenuhi tugasnya sebagai hambaNYA.
" Jangan menangis. Iva tak akan mati. Muslim yang baik takkan mati bukan? Iva hanya ingin pulang, semalam Va mimpi diantar seseorang ke rumah yang bersih dan kamarnya luas. Baunya Wangi, ada taman yang indah." Tiba-tiba dia batuk-batuk.
Lalu melanjutkan, " Orang-orang menghiburku, tetapi aku tak kan bertahan lama di dunia yang fana ini, tetapi aku tidaklah cemas. Kematian bukan akhir segalanya, kematian adalah jalan pulang kita kembali kepada Allah, yang setiap harinya kita ingat dan kita rindukan Ridha-NYA. Adakah tempat kembali yang lebih baik daripada Allah?"
"Jangan berkata lagi Iva, istirahatlah!' pintaku cemas ketika kulihat nafasnya semakin tersengal-sengal.
Tetapi semua itu hanya kenangan , kenangan indah tentang senyum yang lembut, tentang amarah yang meluruskan sikap, tentang ucapoan-ucapan yang arif, tentang leganya saat tangis terpecah dipangkuan. Ia hanya seperti mimpi yang lenyap saat aku bangun.
Aku ingat perkataan guruku waktu itu, " akan ada lagi perpisahan yang menyakitkan". Aku semakin mengerti kenapa jauh hari guruku ngomong seperti itu, jika aku meratapi kepergian Iva, aku tertipu. Tak ada yang perlu diratapi, Allah lebih mencintai Iva daripada aku, oleh karena itu dia dipanggil lebih cepat. Nafsuku yang ingin memiliki Va menjadi pemberontak dan kecewa karena rasa itu hanya milik illusi. Nafsuku diam-diam menipuku kalau aku bisa membahagiakan Iva. Tapi perpisahan ini mengingatkan aku bahwa hanya Allah sajalah Pemilik Kebahagiaan. Allah Pemilik Segala Makhluk.
"Kau tak apa-apa?" Guruku menepuk bahuku.Aku menghela nafas dan kini aku mengerti begitu sulitnya untuk menjadi hamba Allah yang paripurna, betapa sulitnya menerapkan La ilaha illa Allah dalam kehidupan. Betapa mudahnya diucapkan. Tetapi kini aku mendapat tamparan keras denagn kematian Iva. Walau tahu hatiku rela, tatapi pikiran dan nafsuku tak pernah rela, mereka memberontak, membuat dada dan hatiku sesak dan pengap!
aku menggeleng " Perpisahan ini begitu cepat, rasanya baru kematin aku merasakan kebahagiaan, tetapi kini terhapus sudah."
Dia kembali menepuk bahuku " Maut adalah sesuatu yang dinanti-nanti ahli dzikir , ia adalah gerbang menuju keabadian. Maut adalah seperti sahabat yang ditunggu-tunggu kedatangannya disetiap saat oleh para Pecinta Allah. Karena maut adalah pengantar sebaik-baiknya tempat peristirahatan. Kesedihan adalah karunia mujarab untuk kemajuan rohani kita. Kita akan terus mengalami perpisahan demi perpisahan, sampai pada akhirnya kita berpisah dengan raga kita. Nabi juga pernah mengalami duka, semenjak beliau bayi."
Setetes airmata menimpa hidungku. Lalu di susul dengan tetesan-tetesan kecil lainnya. Aku dan guruku segera pulang....
♥♥♥♫•*¨*•.¸¸¸¸.•*¨*•♫♥♥♥