Bersedekahlah dengan ikhlas, bukan karena terpaksa atau ingin dilihat orang, tapi hanya mengharap ridha Allah swt semata.
Allah swt tidak melihat amal sedekah seseorang semata dari jumlahnya, tapi juga niat dan keikhlasannya.
Jumlah yang banyak bisa jadi tidak bernilai ibadah manakala niat dan tujuannya hanya ingin dilihat tetangga.
Sementara, meski jumlahnya sedikit, tapi jika dikeluarkan dengan ikhlas, hanya mengharap ridho Allah, maka nilai ibadahnya akan menjadi besar.
Apa lagi jika yang kita sedekahkan jumlahnya besar, insya Allah nilai ibadahnyapun akan semakin besar.
Tapi, sayangnya kita sering salah menerapkan makna ikhlas dalam beramal. Biar sedikit yang penting ikhlas, akhirnya kita terbiasa ikhlas beramal hanya dalam jumlah yang sedikit.
Dapat kita temui faktanya di lapangan, perbedaan ketika beramal dengan ketika kita mengeluarkan harta untuk kepentingan dan kesenangan dunia.
Acara kumpul dengan tetangga sambil bakar ikan atau ayam misalnya, dengan ringan kita mengeluarkan uang lima puluh ribu untuk patungan.
Tapi ketika ada petugas mushola yang datang, uang lima ribu rupiah rasanya sudah cukup, yang penting ikhlas.
Atau juga di kantor, meski makan siang sudah disediakan oleh perusahaan, jika menunya tidak cocok dengn selera, maka mengeluarkan dua puluh ribu untuk membeli makanan di luar tidaklah sayang.
Sementara ketika ada edaran sumbangan duka cita, beberapa lembar uang ribuan dirasa sudah cukup pantas, lagi-lagi yang penting ikhlas.
Ada perbedaan yang jelas saat kita mengeluarkan harta kita untuk kepentingan dunia dan akhirat.
Kalau ikhlas diartikan tidak dengan paksaan, atau tidak mengungkit-ngungkit apa yang sudah kita keluarkan, memang itulah namanya ikhlas.
Tapi yang berbeda adalah, kita cenderung ikhlas mengeluarkan harta kita dalam jumlah yang besar hanya untuk kepentingan dan kesenangan dunia.
Sementara untuk kepentingan akhirat, kita cenderung ikhlas hanya dalam jumlah yang kecil.
Orientasi kita masihlah cenderung seputar dunia saja.
Kita sering berlaku curang, memakai alasan ikhlas untuk menutupi pelit yang sebenarnya.
Tidak semua orang, tapi yang seperti ini benar-benar ada.
Atau jangan-jangan kita termasuk di dalamnya? Astaghfirullah, mudah-mudahan tidak.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. : seorang lelaki menemui Nabi Muhammad Saw dan bertanya, “ya Rasulullah Saw, sedekah apakah yang paling utama?
” Nabi Muhammad Saw menjawab, “sedekah yang kau berikan ketika kau dalam keadaan sehat, kikir dan takut terhadap kemiskinan dan menginginkan kekayaan.
Janganlah menunggu sampai dekatnya saat kematian dengan mengatakan, ‘untuk si fulan sekian, dan untuk si fulan sekian, dan harta tersebut telah menjadi milik ahli warisnya’”.
Mari, kita rubah cara pandang kita dalam beramal.
Tetap yang utama adalah niat dan keikhlasan, namun jangan selalu dalam jumlah yang kecil, kecuali hanya jika benar-benar terpaksa.
Jangan sampai terjebak pada kepentingan dan kesenangan duniawi saja.
Barangkali kita perlu merubah prinsip dalam beramal sedekah, dari ‘biar sedikit yang penting ikhlas’ menjadi ‘biar banyak yang penting ikhlas‘. :D
Ikhlas apa pelit?
Pertanyaan yang menarik, bukan siapa yang mengucapkan dan siapa orang yang dimaksudkan, namun aku merasa bahwa pertanyaan ini berlaku juga untukku dan perlu aku renungkan.
Bagaimana anda menyikapi pertanyaan ini?